Rabu, 14 Juli 2010


Pencinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan menjamurnya perhimpunan pencinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pencinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Namun dalam tataran real tidak bisa di bedakan antara pencinta alam dan penggiat alam terbuka karena keduanya hampir tidak bisa dibedakan mana yang penggiat dan mana pencinta alam

Model gerakan lingkungan yang berasal dari pencinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung. Selain kecintaan terhadap alam, mereka ornop dan sebagian pencinta alam masih terkonsentrasi pada model pembangunan. Karena mereka masih meyakini kebenaran model pembengunan berkelanjutan dengan standar kemajuan ekonomi yang sesungguhnya menimbulkan dampak.

Simpulan Paradigma

Dua nama, pencinta alam dan penggiat alam terbuka seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya.

Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsd. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun space, ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam.

Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas petualangan seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.

Belakangan, berlahiran kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Kelompok Pecinta Alam, (KPA)”. Namun, keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan oleh KPA-KPA lain, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

Pencinta alam dunia dengan gerakan enviromentalisme yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam ini patut kita contoh sebagai satu gerakan untuk masa depan, kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam, begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas mereka berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka.

Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini supaya terhindar dari terputusnya sistem dalam kehidupan ini bukan tanggung jawab pencinta alam atau penggiat alam terbuka saja tapi tugas kita semua sebagai mahluk penghuni bumi dan dua arah yang berbeda dapat bersatu untuk menciptakan kelestarian alam ini khususnya lingkungan hidup.

Aktivis lingkungan hidup dunia dengan gerakan cinta lingkungannya akan lebih berarti tindakannya dengan dukungan dari para pencinta alam yang ada di negeri ini. Dalam perbedaan pola fikir dan arah gerak pencinta alam dengan penggiat alam terbuka terdapat kesamaan pula dengan media yang sama untuk itu bukanlah suatu kemustahilan keduanya bersatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.

Sebuah peringatan kepada kemanusiaan yang diterbitkan oleh 1.575 ilmuwan dari enam puluh sembilan negara yan mengikuti Konverensi Rio tahun 1992 perlu kita ketahui sebagai sebuah awal penyadaran untuk lingkungan hidup ini.

“Peringatan ” itu berisi bahwa umat manusia dan alam berada pada arah yang bertabrakan. Kegiatan manusia mengakibatkan kerusakan besar pada lingkungan dan sumber daya yang sangat penting yang seringkali tidak dapat di pulihkan. Jika tidak dikaji, banyak dari kegiatan kita skang yang ini menempatkan masa depan pada keadaan yang sangat beresiko, sehingga kita menghadapi realitas masyarakat manusia dan alam tumbuhan dan hewan dan mungkin juga dunia tempat kita hidup ini berubah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan menurut cara yan kita kenal. Perubahan fundamental adalah urgen jika kita ingin menghindarkan benturan dalam arah perjalanan kita yang sekarang ini terjadi.(” World scientist Warning to Humanity “) , Pernyataan siaran pers diterbitkan 18 November 1992 oleh The Union of Concerned Scientist.) “

Ancaman yang menempatkan alam dan penghuninya (manusia maupun bukan manusia) berada dalam bahaya ini patut kita ketahui bersama tentang konsekuensi dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia sebagai penghuni bumi ini.

Enviromentalisme dan gerakan lingkungan

sebelum melangkah lebih jauh melihat gerakan lingkungan baiknya kita tinjau masalah lingkungan. Masalah masalah lingkungan hidup seringkali tidak menjadi prioritas yang tinggi dan seringkali menjadi sub agenda dengan demikian akhirnya larut dan tenggelam dalam tema-tema kampanye yang lebih luas dan abstrak. sementara itu gerakan lingkungan atau dsebut juga enviromentalisme yaitu suatu faham yang menempatkan lingkungan hidup sebagai pola dan arah gerakannya. Bagi sebagian pihak enviromentalisme mungkin asing karena enviromentalisme dianggap sebagai gerakan yang membahayakan orde pada waktu itu (orde baru) terutama dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan ekploitasi hutan. Organisasi non politik yang concern pada lingkungan pada masa itu pun di arahkan langsung oleh Emil Salim waktu itu menjabat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup untuk tidak mengikuti taktik Green Peace ataupun The German Green yang bisa masuk mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan hidup terhadap alam ataupun masyarakat.

Sedangkan gerakan lingkungan hidup menurut literatur sosiologi istilah “gerakan lingkungan hidup” digunakan dalam tiga pengertian yaitu pertama sebagai penggambaran perkembangan tingkah laku kolektif (collective behavior). Kedua, sebagai jaringan konflik-konflik dan interaksi politis seputar isu-isu lingkungan hidup dan isu-isu lain yang terkait. Ketiga, sebagai perwujudan dari perubahan opini publik dan nilai-nilai yang menyangkut lingkungan.

Di Indonesia istilah gerakan lingkungan hidup di pakai dalam konsorsium : “15 tahun Gerakan Lingkungan Hidup : Menuju Pembangunan Berwawasan Lingkungan”. Yang di selenggarakan oleh kantor Meneg Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di Jakarta, 5 Juni 1972.

Denton E Morrison mengusulkan bahwa yang di sebutkan gerakan lingkungan hidup sesungguhnya terdiri dari 3 komponen yaitu komponen pertama, the organized or voluntary enviromental movement ( gerakan lingkungan yang terorganisir atau gerakan yang sukarela ) termasuk dalam kategori ini adalah organisasi lingkungan seperti Enviromental Devense Fund, Green Peace atau di Indonesia ada WALHI Jaringan Pelestarian Hutan “SKEPHI”. Komponen kedua, The public enviromental movement (gerakan lingkungan publik ) adalah khalayak ramai yang dengan sikap sehari-hari dalam tindakan dan kata-kata mereka menyatakan kesukaan mereka terhadap ekosistem tertentu, pola hidup tertentu serta flora dan fauna tertentu. Komponen ketiga The Institusional Enviromental Movement (gerakan lingkungan terlembaga ) ini sangat menentukan dalam negara negara berkembang dimana peranan negara sangat dominan dan peranan aparat-aparat birokrasi resmi mempunyai kewenangan hukum (yuridiksi) terhadap kebijakan umum tentang lingkungan hidup atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebagai contoh di Amerika ada Badan Perlindungan Lingkungan ( EPA - Enviromental Protection Agency), Dinas Pertamanan Nasional ( National Park Service) padanannya di Indonesia adalah Kantor Meneg KLH, DEPHUT.

Komponen gerakan lingkungan terlembaga ini penting untuk di amati sendiri ambilah contoh keberhasilan EPA dalam mengendalikan polusi air dan udara misalnya di pengaruhi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan luar negeri serta ketersediaan sumber-sumber energi

Hakikat gerakan lingkungan menurut Buttel dan Larson mempunyai beberapa manfaat, pertama struktur gerakan lingkungan di setiap negara yakni hubungan diantara tiga komponen itu bisa berbeda-beda dan ini membawa variasi yang cukup berarti di antara paham lingkungan (enviromentalism) negara-negara itu. Kedua, taktik dan ideologi gerakan lingkungan terorganisir di suatu negara dapat di lihat sebagai hasil interaksi diantara komponen - komponen kelas negara itu satu pihak, dan kelompok-kelompok kepentingan (interces group) dilain pihak.

Epilog

Perubahan paradigma dalam tubuh pencinta alam bukan sebuah kemustahilan untuk berubah dan seimbang dengan kegiatan kegiatan alam terbuka yang biasa di gelutinya. Tidak menutup kemungkinan sebuah gerakan radikal untuk masalah kesadaran lingkungan terwujud dalam satu koridor gerakan lingkungan karena masalah lingkungan adalah masalah bersama yang membutuhkan kerjasama dari setiap stake holder pelaku,pemerhati dan aktivis yang bergerak atasnama lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar